Batak sering disebut sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia.
Nama batak itu sendiri sering dijadikan rujukan untuk
mengidentisifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal
dari Tapanuli dan Sumatera Utara.
Adapun suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah, Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Mandailing, dan Angkola.
Namun bila ditinjau dari segi sejarah, maka anggapan Karo adalah bagian dari Batak merupakan presepsi yang sangat keliru.
Kutipan tulisan dari koran Suara Pembaruan dengan judul “Siapakah Orang
Batak Itu?” yang terbit pada 29 Januari 2005, menyebutkan bahwa benar,
bangsa Batak adalah keturunan langsung dari si Raja Batak.
Si Raja Batak pada tulisan itu diperkirakan hidup di sekitar tahun 1200
(awal abad ke-13). Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208
yang dibaca Prof Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras,
India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India
menyerang Sriwijaya yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang Tamil di
Barus.
Pada tahun 1275, Mojopahit menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah
Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar tahun 1400, kerajaan Nakur berkuasa di
sebelah timur Danau Toba, dan sebagian Aceh.
Dengan memperhatikan tahun dan kejadian di atas, diperkirakan si Raja
Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun
sekarang), dari selatan Danau Toba (Portibi), atau dari barat Danau Toba
(Barus), yang mengungsi ke pedalaman akibat terjadi konflik dengan
orang-orang Tamil di Barus.
Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, si Raja Batak yang ketika itu
pejabat Sriwijaya, ditempatkan di Portibi, Padang Lawas, dan sebelah
timur Danau Toba (Simalungun)
Sebutan Raja kepada si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena
penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya. Demikian halnya
keturunan si Raja Batak, seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si
Raja Oloan dan sebagainya, meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan
rakyat yang diperintah.
Selanjutnya menurut buku Leluhur marga-marga Batak, dalam silsilah dan
legenda, yang ditulis Drs Richard Sinaga, Tarombo Borbor Marsada anak si
Raja Batak ada tiga orang, yaitu Guru Teteabulan, Raja Isombaon, dan
Toga Laut. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya marga-marga
Batak.
Di antara masyarakat Batak, ada yang mungkin setuju bahwa asal-usul
orang Batak dari negeri yang berbeda, tentu masih sangat masuk akal.
Siapa yang bisa menyangkal bahwa Si Raja Batak yang pada suatu ketika
antara tahun 950-1250 Masehi muncul di Pusuk Buhit, adalah asli leluhur
Orang Batak?
Dari sejarah Batak yang tertulis di Koran Suara Pembaruan ini, maka kita
dapat membuat perbandingan antara kehidupan Si Raja Batak dengan sebuah
kerjaan besar bernama Aru yang disebut-sebut sebagai kerjaan yang
pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara saat ini.
Dari catatan kronik Cina pada masa Dinasti Yuan, disebutkan bahwa pada
tahun 1282 Kublai Khan menuntut tunduknya penguasa Haru pada Cina.
Tuntutan itu disebutkan ditanggapi dengan pengiriman upeti oleh saudara
penguasa Haru pada 1295. Maka dari catatan ini dapat disimpulkan bahwa
Kerajaan Aru sendiri pasti sudah ada sebelum tahun 1282?
Antara Karo dan Kerjaan Aru selalu terkait, bahkan terdapat indikasi
bahwa penduduk asli Haru berasal dari suku Karo, seperti nama-nama
pembesar Haru dalam Sulalatus Salatin yang mengandung nama dan marga
Karo.
Membandingkan antara masa kehidupan si Raja Batak dengan masa berdirinya
Kerjaan Aru yang secara bersama-sama hidup diantara abad ke-12 sampai
abad ke-13 dengan dua kerjaan yang berbeda, maka sudah tentu, antara
nenek moyang Batak dengan nenek moyang Karo itu berbeda. Disatu sisi
nenek moyang Batak berasal dari Si Raja Batak. Namun disisi lain nenek
moyang Karo berasal dari Kerjaan Aru yang rajanya disebut juga dengan Pa
Lagan (nama orang karo).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar